Friday, October 26, 2012

Surati

Sudah beberapa hari ini, saya mengerjakan pekerjaan rumah sendirian. Biasanya ada asisten yang membantu membereskan rumah. "Surati sakit panas bu, belum bisa masuk kerja", begitu isi sms yang saya terima, mengabarkan ketidakhadirannya. Asisten saya itu masih sekolah, kelas 2 SMU tepatnya. Dia sendirian di Jakarta, bertekad meneruskan sekolah. Orang tuanya ada di Karang Anyar Solo, bekerja sebagai petani. Orangtua Surati tidak mampu menyekolahkan anaknya, sehingga Surati harus sekolah sambil bekerja di Jakarta.

Sakitnya Surati saya anggap sakit biasa, karena dia toh memang agak lemah fisiknya. Saya pernah membawanya ke rumah sakit, karena tiga hari tidak masuk kerja dan tidak sekolah. Dari diagnosa dokter saat itu, ternyata dia memang punya penyakit maag akut. Sakitnya kali ini pun saya anggap sakit maag yg sedang kambuh. Tapi di hari yang kedua dan ketiga, Surati tidak muncul juga. Saya berusaha mencari kabar ke HPnya dan HP kepala asramanya (Surati tinggal di asrama sekolah. Jadi setiap hari setelah pulang sekolah, dia bekerja di rumah saya sampai jam 3 atau 4 sore). Dari kepala asramanya, saya baru tahu kalau Surati dirawat di Rumah Sakit daerah Bintaro. Astaghfirullah, sakit apa Surati hingga harus di rawat inap? Kepala asramanya tidak tahu dengan pasti sakitnya Surati, karena Surati sulit dihubungi. Akhirnya, saya hanya bisa menunggu.

Setelah beberapa hari kemudian, Surati menelepon saya. Akhirnya... Dia pun menjelaskan kenapa tidak menelepon saya dan mengabari saya. Dia juga menjelaskan perihal sakitnya. Dari Surati, saya tahu bahwa sakitnya paru-paru basah yang sudah parah. Jantungnya pun didiagnosa terlalu lemah, sehingga tidak bisa bekerja yang berat-berat. Mungkin akibat pola hidupnya dan pola makannya selama ini tidak terkontrol dengan baik. Dalam hati saya berkata, Ah Surati... kasihan sekali kamu. Jauh dari orang tua, harus dapat cobaan seperti itu. Siapa yang akan mengurus kamu? Sambil mendengarkan penjelasan Surati, tak terasa air mata saya menetes.

Besoknya, Surati datang ke rumah. Mengembalikan kunci rumah sambil berpamitan tidak bisa bekerja lagi. Saya lalu bertanya, "gimana nanti bayar SPP nya Ra?"

"Untuk beberapa bulan ini, ada saudara yang bisa membiayai Bu. Setelahnya, saya belum tahu gimana lagi. Semoga ada rezeki". Ah, sedih rasanya mendengar jawaban yang tak pasti itu.

"Walaupun kamu gak kerja disini lagi, jangan sungkan main2 ke sini ya Ra. Semoga kamu berhasil di sekolah ya Ra. Kalau ada apa-apa kabari saya ya. Maafin saya kalau saya ada salah". Hanya itu yang bisa saya katakan, karena suara saya mulai serak dan mata saya mulai basah.

"Iya Bu. Saya terima kasih sama Ibu sudah bantu saya, jadi saya bisa meneruskan sekolah sampai sekarang ini. Saya juga maunya kerja aja disini, tapi saya gak enak kalo saya sering gak masuk karena sakit-sakitan. Saya minta maaf juga ya Bu kalau saya ada salah". Dia pun mencium tangan saya sambil menangis. Dan hari itu, Surati berhenti kerja.

Apa kabarnya Surati sekarang, saya tidak tahu. Dia tidak punya nomor HP yang bisa saya hubungi. Tapi terakhir saya dengar, dia sedang pulang kampung. Mungkin mencoba berobat alternatif, atau mungkin kangen dengan orangtuanya. Entahlah.

Ya Allah, semoga Kau tunjukkan kepadanya jalan yang lurus, Kau lapangkan rizki yang berkah baginya, Kau mudahkan segala urusannya. Amin...


Masak makanan sehat

Setiap dua minggu sekali, di TK Rania ada acara makan sehat. Orang tua diberi jatah masak makanan sehat untuk satu kelas saja. Misalnya Rania di TK B1, berarti saya kebagian jatah masak untuk teman2 Rania di kelas B1 saja. Kebetulan besok adalah tugas saya memasak. Kebayang gak sih, Selasa siang baru dikasih tahu bahwa yg tugas masak untuk Kamisnya adalah saya, berarti saya cuma punya waktu 1 hari utk nyiapin segalanya. Mungkin untuk bunda yg biasa masak gak ada masalah. Tapi saya, yg masak sayur bayam aja kadang keasinan, rada repot. Repot maksudnya, gak cukup waktu untuk minta tolong tukang masak. Belum lagi bulan ini jatah untuk dapur berkurang, karena ada keperluan penting lain. Jadi... ya masak sendirilah, supaya bisa berhemat.

Deg-degan banget nih. Ini adalah masakan perdana saya yg bisa go international. Hehehe... maksudnya yg bisa dicicipi sama orang lain selain ayahnya dan anak-anak. Menu makanan yg dikasih ke saya adalah nasi, ayam gulai, kerupuk dan jeruk dengan porsi sebanyak 30 orang. Dari Rabu pagi, abis antar kakak sekolah, langsung belanja ke pasar, beli ayam, bumbu jadi (masih gak pede..hihi), kerupuk mentah
, box makanan, jeruk dll. Siangnya setelah jemput kakak, mulai goreng kerupuk (gak pake dijemur, soalnya lagi gerimis). Trus, dibantuin sama anak-anak masukin kerupuknya ke dalam plastik. So, jeruk dan kerupuk sudah selesai. Besok pagi-pagi sekali, perjuangan yg sesungguhnya akan dimulai. Mampukah saya menjawab tantangan ini...? kita tunggu kelanjutannya. Hehehe....

Masak makanan sehat (2)


Akhirnya waktu yg dinanti telah tiba. Saya bangun jam 04.00. Langsung terjun ke dapur, nyiapin ayam, bumbu dlsb. Walaupun mata masih ngantuk tapi pede aja nyemplungin bumbu-bumbu (iyalah bumbu beli jadi, hehehe). Ternyata masak ayam 3 ekor gak cukup dijadiin satu di panci yang saya pinjam dari kakak ipar. Akhirnya saya masak di wajan dan panci deh. Nah lho, sekarang ngatur bumbunya bingung. Soalnya udah ditakar utk di satu tempat, kalo dipecah dua dan gak seimbang gini jadi bingung sendiri. Wajannya ukurannya kecil sedangkan pancinya lebih besar dari wajan. Hugh... udahlah pede aja, cemplunginnya dikira-kira aja lah.
Setelah selesai masukin bumbu dan santan, tinggal nunggu ayam matang. Sambil nunggu ayam matang, saya masak nasi di magic com. Trus, selesai subuh, saya bangunin suami untuk bantuin masukin nasi yg sudah dicetak ke dalam styrofoam. Begitu ayam matang, saya gak langsung masukin ke plastik, karena takut cepet basi. Jadi diangin-angin dulu, biar cepet saya kipasin pake kipas angin aja.

Jam 06.30, setelah suami berangkat kerja, saya terusin masukin nasi, buah, kerupuk dan kue ke dalam styrofoam. Trus saya bangunin Rania, saya nyiapin Rania untuk ke sekolah dan berangkatnya saya titipin sama tetangga yg kebetulan satu sekolah juga. Selesai urusan Rania, saya lanjutin masukin sayur gulainya ke plastik trus dimasukin ke styrofoamnya.

Jam 08.00 semua selesai. Alhamdulillah. Langsung mandi dan bersiap ke sekolah.

Setelah dihitung-hitung, lebih berhemat kalau memasak sendiri dibanding harus pesen ke tukang masak. Saya cuma mengeluarkan uang tambahan Rp.80ribu. Coba bandingkan kalo diserahkan ke tukang masak. Satu porsinya kira-kira Rp.10rb dikali 30 bks jadi Rp.300rb. Berarti saya bisa nombok Rp.230-250rb. Wuiiihhh.... jauh amat yak...

Masak sendiri juga ada keuntungan lain selain keuntungan materi. Anak-anak jadi bisa lebih dilibatkan. Mengerjakan semua secara gotong royong bisa mengajarkan Rania dan Raya saling bekerja sama, kekompakan dan rasa kekeluargaan. Satu hal yang pasti, memasak sendiri bisa menumbuhkan rasa percaya diri mamanya. ^_^